BERITA
Cemilan Teh Tati: UMKM dari Tanjungkerta yang Bangkit di Tengah Pandemi
Teh Tati bangkit dari kemerosotan ekonomi dengan konsistensi membuat produk cemilan bergizi. Ia pun mendorong tetangga sekitarnya untuk sama-sama bangkit.
OlehRauf Muhammad
05 Agustus 2022 03:38
featured image
Dendeng Belut Teh Tati, foto produk bersama sokoguru

Merosotnya ekonomi di tengah pandemi membuat Teh Tati Rohayati menyiasatinya dengan mengembangkan usahanya sendiri. Namanya Cemilan Teh Tati. Usaha ini diakuinya sudah terbentuk sebelum adanya pandemi. Sulitnya mempertahankan pekerjaan atau pun lapangan pekerjaan di tengah pandemi tidak membuat usaha Teh Tati terpuruk. Hal itu terbukti dengan tetap eksisnya Cemilan Teh Tati hingga saat ini.

 “Biasanya kalau dulu produksi itu cuma buat pesanan saja. Sejak pandemi, produksi makanan dilakukan setiap hari meski tidak ada pesanan. Sistemnya membuat stok dan saya lakukan sendiri,” papar Teh Tati.

Cemilan yang dibuat Teh Tati meliputi dendeng belut, keripik pisang, keripik singkong, keripik talas, rengginang, kaneker, dan sebagainya. Keunikan cemilan Teh Tati ini terletak pada olahan belut dan menjadi cemilan unggulan.

Konsistensi Teh Tati dalam mengembangkan olahan cemilan, khususnya dendeng belut, tidak selamanya mudah. Semuanya perlu kesabaran. Kendalanya, seluruh proses pembuatan dendeng belut masih dilakukan secara tradisional. Pengeringannya masih membutuhkan bantuan cahaya matahari. 

Saat cuaca tidak baik, Teh Tati tidak akan mendapatkan kualitas dendeng belut yang sempurna. Itu membuat Teh Tati perlu melatih kesabaran terus menerus. Apalagi cemilan olahan belut ini telah mengalami beberapa kali inovasi. 

“Dulu biasanya mengolah belut menjadi olahan basah seperti pepes belut,” ungkap Teh Tati, “tapi saya berpikir kalau itu terus, kan, bosan, tidak semua orang suka dengan olahan basah. Jadi, saya buat dendeng belut biar bisa awet lama,” tambahnya. Dendeng belut ini dapat diboyong mulai dari harga Rp. 30.000, untuk mendapatkan 100 gr belut. 

Olahan belutnya tidak menggunakan pengawet buatan, tetapi menggunakan pengawet alami, seperti bawang putih dan rempah-rempah. Sehingga cemilan ini dapat bertahan hingga enam bulan dan baik untuk kesehatan. Oleh karena kepekaannya, Teh Tati kerap memanfaatkan bahan baku dari masyarakat di lingkungannya. Hal tersebut diakuinya untuk saling membantu satu sama lain.

“Karena makanan ini khas dari daerah, jadi saya manfaatkan bahan dari daerah juga. Misalnya keripik talas itu memakai bahan talas padang yang ada di kampung,” ungkap Teh Tati ketika ditemui di kegiatan UMKM Expo dan Gelar Budaya 2022. Dari sana terlihat bahwa Teh Tati tidak hanya menjalankan bisnis, tetapi membangun kekeluargaan.


Editor Sokoguru: Ahmad Yunus