BERITA
Benarkah Bisnis Pakaian Thrift Dapat Merugikan UMKM Lokal?
Bisnis thrifting dilirik sebagai dua mata pisau yang bisa berdampak positif dan negatif sekaligus. Dalam hal ini, pemerintah sebagai eksekutor peraturan bisnis mengatakan bahwa bisnis thrift dinilai akan merugikan pasar nasional. Sebaliknya, pakar lingkungan sepakat bahwa thrift berdampak baik.
OlehSalsabilla Ramadhanty
06 Maret 2023 03:51
featured image
sumber: dokumentasi sokoguru

Sokoguru.id - Bisnis pakaian bekas atau yang sering disebut dengan thrifting, sedang marak disoroti oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UMKM). Menurut pernyataan Hanung Harimba Rachman, Deputi Bidang UKM, praktek bisnis pakaian bekas akan merugikan sejumlah UMKM lokal.

Hanung beralasan, bahwa kebiasaan masyarakat Indonesia cenderung lebih berminat membeli produk luar negeri, sekalipun porudk tersebut adalah barang bekas. Hanung mengkhawatirkan produktivitas UMKM lokal akan terganggu dan menggerus tingkat penjualan mereka.

"Thrifting itu sangat buruk ya bagi UMKM, harusnya itu dilarang," ucap Hanung pada Selasa 28 Februari 2023.

Menurutnya, orientasi masyakat Indonesia masih condong memegang "price sensitivie", sehingga lebih baik membeli produk dengan harga murah walaupun bukan barang baru.

Hanung berpendapat, bukan hanya UMKM saja yang terganggu produktivitasnya. Industri besar pun akan mendapatkan efek domino dari praktek thrifting yang merajalela, khususnya di sektor manufaktur.

"Saya pikir ini buruk bagi industri kita, tidak hanya untuk UKM sebenarnya, tapi industri besar di bidang manufaktur pun, mereka keberatan ya," tambahnya.

Pada petengahan tahun lalu, Menteri perdagangan dan Perindustrian, Zulkifli Hasan, memusnahkan sebanyak 750 bal baju bekas impor. Diperkirakan pakain impor tersebut bernilai Rp9 miliar. Tindakan pemusnahan disinyalir sebagai tindak tegas masuknya pakaian bekas ilegal.

"Kalau kita memang boleh jual barang bekas. Misalnya saya jual barang bekas ya boleh. Yang enggak boleh itu impor barang bekas," ucap Mendag Zulkifli.

Perihal barang impor, diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, yang telat diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 perihal Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, baju bekas merupakan salah satu barang yang dilarang untuk diimpor.

Perlu diketahui, pakaian bekas sendiri ke dalam kategori limbah mode serta dilarang peredarannya dikarenakan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan.

Dampak Limbah Pakaian Untuk Lingkungan

Salah satu penyumbang tingkat kerusakan lingkukngan, ialah industri fashion. Hal itu berdasarkan data dari European Parliament, bahwa terdapat 10 persen emisi karbon global dihasilkan dari produksi pakaian dan sepatu, serta 20 persen pencemaran air bersih global akibat dari produksi tekstil.

Data tersebut ditambah dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingungan Hidup dan kehutanan (SIPSN KLHK), Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil yang setara 12 persen limbah rumah tangga. Dari keseluruhan limbah tekstil tersebut, hanya ada 0,3 juta ton saja yang dapat didaur ulang.

Maka seharusnya, industri thrifting dapat membantu meminimalisir kerusakan lingkungan akibat limbah pakaian. Karena, jika membeli serta mengenakan kembali baju bekas, dapat memperpanjang usia pakaian itu sendiri.

Hal tersebut sama seperti yang disampaikan

Editor Sokoguru: Ahmad Yunus